da semacam kegamangan pada saya ketika datang seseorang meminta logo baru untuk mengganti logo perusahaannya yang dirasa kurang “ngetren”. Kenapa? Karena sudah berang tentu lebih banyak pertanyaan yang harus saya ajukan. Diantaranya adalah : apakah pergantian itu sudah didukung dengan berbagai konsekwensi branding?
Galibnya, pergantian logo memberi dua pengaruh, ke dalam dan ke luar. Pengaruh ke dalam, misalnya akan menciptakan semangat baru pada seluruh jajaran direksi maupun karyawan. Sedangkan pengaruh ke luar, tentu saja pencitraan baru yang berarti menyangkut perubahan manajemen dan layanan yang lebih baik. Alhasil ujung-ujungnya menyangkut tuntutan komitmen dan optimism baru!
Pertanyaannya adalah, apakah menggati logo akan berarti otomatis berganti branding? Yang kemudian diikuti harapan bahwa ‘citra’ laluikut berubah? Tentu tidak semudah itu, bukan. Ada sebuah konsekwensi berupa proses luar biasa yang harus terjadi, sehingga pada akhirnya akan tampak dipermukaan dalam bentuk logo baru.
”brand is not part of our business. It is your business”.
Begitu Travis mengatakan dalam bukunya : Emotional Branding. Brand bukanlah bagian dari bisnis, tetapi mengelola bisnis berarti mengelola brand. Jadi, logo bukan sekadar simbol pasif, yang terlihat indah secara kasat mata, logo adalah jiwa dan roh perusahaan.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui hingga akhirnya perusahaan menetapkan diantaranya logo.
Pertama, memahami secara rinci empat hal yakni: consumer, company, competition, dan environment. Company, bukan hanya menyangkut berapa lama waktu yang diperlukan dan apa saja yang dimiliki perusahaan. Tetapi juga mengenai tata nilai dan harapan seluruh stakeholder. Consumer, bukan juga hanya menyangkut kuantitas tetapi berkenaan juga dengan kebutuhan, keinginan, motivasi, bahkan persepsi, perilaku dan karakteristik. Selanjutnya, competition tidak hanya mengarah pada direct competition saja. Tetapi juga secondary dan potential competitor. Termasuk ancaman-ancaman dari berbagai pihak sebagaimana dikemukakan oleh Michael E. Proter dalam bukunya On Competition.
Dari eksplorasi yang mendalam terhadap empat hal tersebut, maka perusahaan baru bisa memasuki tahap dua.
Tahap Dua, adalah penetapan citra dan asosiasi terhadap perusahaan di benak stakeholder. Inilah positioning.Tahap ini lumayan rumit dan krusial, sebab menyangkut penentuan perjalanan perusahaan ke depan. Ini mengandung risiko tinggi. Kesalahan pada tahap ini dapat mengakibatkan lenyapnya sebagian atau seluruh bisnis. Sebab disitulah tumpuan seluruh strategi perusahaan.
Tahap ketiga, adalah menetapkan brand elemen yang akan digunakan sebagai sarana komunikasi oleh perusahaan. Di sinilah logo mengambil peranan. Disinilah otak kanan, sebagai gudang kreativitas dituntut bekerja ekstra.
positioning yang sudah ditetapkan pada tahap kedua tadi, akan divisualisasikan melalui brand elemen yang meliputi brand, logo dan simbol. Tentu saja diantaranya warna dan huruf, karakter, slogan, jingle, dan lain-lain, yang pada akhirnya secara paripurna dituangkan dalam kemasan yang pas.
Kendati begitu, ketika faktor kreativitas lebih dominan, selayaknya perusahaan tidak juga lalu melupakan stakeholder-nya. Sebab ini bukanlah sekadar masalah selera semata. Sebab, memang emosi juga berperan, factor kemitraaan, jiwa atau ruh, dan karakter akan muncul melalui serangkaian brand elemen tersebut. Itu sebabnya, saat ini, direksi perusahaan yang paling menentukan pilihan bukan lagi zamannya. Biarkanlah desainer yang menjelaskan berbagai elemen grafis yang dihadirkan dengan segala argumentasi dan tanggung jawabnya.
Contoh: berbicara tentang jenis huruf, masing-masing jenis huruf memiliki karakter dan emosi tertentu yang mungkin saja tidak cocok dengan jiwa perusahaan bila salah memilih. Atau, perusahaan di sektor keuangan tentulah tidak pas apabila menggunakan karakter-karakter huruf berjiwa lucu atau horor. Begitu juga dengan warna kuning dan merah yang diciptakan oleh yang Maha Kuasa sebagai warna berkarkter kuat, tentulah tak mendukung untuk dunia pendidikan yang cenderung ke arah biru yang cool dan intelek. (baca artikel ini)
Jadi, kembali lagi pertanyaannya, dalam hal pergantian logo, sudah siapkah sumber daya perusahaan itu?. Dari mulai infrastruktur, teknologi, sistem operasi, maupun sumber daya manusianya. Logo baru yang inspiratif, akan sia-sia bila kondisi internal perusahaan tak menunjukan sesuatu yang baru.
Ganti logo malah menjadi bumerang. Hal itu tentu tidak kita harapkan. Oleh karenanya, persiapkan sebaik-baiknya terlebih dahulu bila perusahaan Anda ingin mengganti logo. Ganti Logo Tak Sekadar Ganti Baju. Kecuali sejak awal memang tak pas. Maka hubungi saya he..he..